KALUNG .:Galuh Chrysanti:. Ahmad memekik pelan, hampir saja motor ojek yang ditumpanginya terpeleset lumpur yang masih menyisa di jalan, jejak hujan beberapa jam yang lalu. “Hati-hati Mas, konsentrasi.”. Kata pemuda itu pada sang pengemudi, “Memang mereka ayu-ayu, tapi keselamatan lebih penting, ya ‘tho?”. Gadisini sudah beranjak dewasa, sekarang ia duduk di kelas 1 SMA. Di keluarganya dia adalah bertiga saudara, Bunga adalah anak kedua, kakaknya Bunga sudah menempuh hidup baru sekitar satu tahun yang lalu, sekarang tinggal lah Bunga dan adik laki-laki nya yang berumur 13 tahun. Bunga tak pernah akur sama adiknya, bahkan terkadang Bunga dilakukan seperti Inidia mantan.. “tidak beruntung” karena telah mengabaikanmu. sempat goreskan luka dan mlihatmu hancur sebelum bangkit. Tuhan itu adil.. Telah ditunjukan keadilannya. Ku nikmati penyesalan ini. bodohnya aku, beruntungnya kamu.. Kamu Terlalu berharga, terlalu penting Sayangnya, baru saja aku tersadar. Baru saja aku bangun. Eden Hazard mengaku bahwa kenangan terindah di sepanjang karir sepakbolanya tidak terukir saat masih bersama Chelsea, namun bersama dengan mantan klubnya, Lille.. Pemain asal Belgia ini pindah ke Chelsea dari Lille pada tahun 2012 silam. Selama berada di Chelsea, winger gesit ini sudah memenangkan beberapa trofi juara. Apalagi jika dia yang akhirnya pergi dari sisimu adalah yang menurutmu paling sempurna. Posting lebih baru posting lama beranda. Demi Menghapus Kenangan Bersama Blogini berisi Kenangan Terindah saya waktu duduk di kelas 9. Saya ungkapkan dalam bentuk cerpen, puisi, dan beberapa informasi yang semoga saja menarik. Selamat menikmati blog saya dan silahkan tinggalkan komen aP6u9Ay. Cerpen Karangan An RiskaKategori Cerpen Cinta Sedih, Cerpen Perpisahan, Cerpen Remaja Lolos moderasi pada 1 March 2015 Liburan pun tiba… “Pagi yang cerah untuk hati yang cerah pula” Teriak Icha menyambut hari pertama liburnya. Hari itu ia akan brangkat ke kampung halamannya di daerah yang jaraknya lumayan jauh. Bergegas Icha mandi siap-siap. Liburan ini sangat berbeda dengan liburan-liburan biasanya, karena Icha akan bertemu dengan sang pujaan hati. Hubungan mereka memang masih baru, tapi karena jadiannya pun tidak sengaja melalui pesan singkat. “Cha, udah punya pacar belum?” Tanya Handar iseng. “Eh, kenape lu tanya-tanya? Lu naksir ya ama gua?”. “Eh iya, eh bukan gitu maksud gua gini, kenapa gak kita coba aja buat pacaran. Ntar kalo kita udah nemuin pasangan yang tepat kita bubar secara baik-baik. Gimana menurut lu?”. “Pacar Kontrak maksud lo?”. “Iya, gimana Cha mau gak lo?”. “Em, oke deh siapa takut…” Dari situ lah awal pertama mereka jadian, mereka lalui dengan penuh suka gak ada duka-dukanya. Sampai pada akhirnya Icha merasa ada yang aneh pada dirinya begitupun Handar. Ternyata tumbuh rasa saling jatuh cinta di antara keduanya. karena tak ingin mempermainkan Cinta akhirnya mereka sepakat untuk meresmikan hari jadi mereka. “Aku mau buat kejutan ah sama Handar, pasti Handar kaget kalau tiba-tiba aku udah disana”. Ujar Icha dalam hati, tak pernah Icha merasa sebahagia ini. Padahal kalau diitung-itung ini bukan kali pertama lho dia pacaran. Tak terasa petang pun sudah mulai hilang dan berganti malam. “Akhirnya sampe juga di rumah tercinta, hmm.. mau ngasih tau sekarang atau besok ya, kalo aku ada disini? Besok aja deh!” Rasa tak karuan di hati Icha, sampai-sampai dia tak sadar kalo mama keheranan melihat tingkah anak gadisnya itu. Paginya, Icha sengaja bangun paling awal dan langsung meraih hp lalu mengetik pesan. “Beib bangun, cepet sana solat subuh dulu! Kamu hari ini sekolah gak? Ketemuan yuk!”. Cepat-cepat dia langsung mengirim pesan. Nada pesan di hp Handar berbunyi. “Dari Icha? Tumben dia duluan yang sms pagi-pagi.” Setelah membaca pesan dari Icha, Handar langsung cepat-cepat menelepon Icha. “Hallo beib, tumben telpon.” Sapa Icha. “Beib kamu beneran ada disini? Kapan dateng? Kok gak ngabarin aku sih?”. Tanya Handar panjang lebar kali tinggi. “Waduh waduh, satu satu dong beib nanyanya bingung tau jawabnya. Iya aku disini, sampe tadi malem. Sengaja, biar surprise” jawab Icha simple.”Ya udah ntar jam 10 aku tunggu kamu di jembatan ya soalnya aku siang mau pergi” jawab Handar dari sebrang telepon. “Loh, loh kok gitu sih beib, aku kan baru dateng, masa udah mau ditinggal aja sih”. “Maaf beib, aku mau ada kejuaraan di Palembang gak lama kok. Kamu masih lama kan disini?”. “Iya beib masih lama kok, beib mangganya jangan lupa!” Tagih Icha.”Iya Cinta gak lupa kok”. Icha buru-buru mandi dan dandan. Ups jarang-jarang tuh Icha dandan. setelah selesai Icha buru-buru memasukkan alat make up nya ke dalam tas, takut luntur di jalan. Jadi harus tetep dibawa. Namanya kencan pertama, walaupun dulu sering bertemu tapi yang kali ini kan statusnya beda. Pertemuan pertama cukup berkesan, ternyata kencan pertama Icha gak begitu malu-maluin kok malah dibilang cantik sama Handar. Tapi ketemunya cuma bentar, abis ngasih mangga Handar langsung pamit pulang karena dia mau packing buat ke palembang nanti siang. Sedih sih sedih, tapi mau digimanain lagi namanya juga tugas negara. Ce ile udah kaya pejabat aje. 5 hari berlalu begitu saja, biasa-biasa saja, dan nothing special. Gimana enggak? selama ditinggal si Handar kerjaan Icha cuma di rumah nonton tipi. Pas hari pertama pembukaan pasar malem dia sendiri sedangkan Ima dan Anti sama cowok-cowok mereka. Jadi deh si Icha kaya orang gila ngelilingin stan-stan sendirian, kalo gak ngebuntutin sahabat sama pacarnya. “Please beib cepetan pulang” rintih Icha dalam hati. Paginya ada 1 pesan dari Handar “Beib lagi dimana? Bisa jemput gak di alfa?”. Serasa mimpi percaya tak percaya secepat kilat dia mengambil kontak dan cepat-cepat pergi. Akhirnya honbeib pulang juga. Bisa kencan trus nih… Hari-hari Icha sekarang lebih berwarna setelah kepulangan Handar dari palembang. Hampir tiap malam mereka gak bosen-bosennya pergi ke pasar malam. Biar dibolehin mama, Icha ngajak salah satu adiknya untuk ikut. Hihi.. Dasar anak jaman sekarang banyak akal. Liburan pun berakhir Icha pun harus kembali karena tidak lama lagi masuk sekolah. Serasa tak percaya begitu cepatnya waktu berlalu. Tampak kesedihan di wajah Handar, Icha yang tak ingin pacarnya sedih senyum dan berkata. “Kamu gak boleh sedih beib, aku gak lama-lama kok disana. Nanti setelah UN selesai aku pasti balik lagi kok, tapi janji gak boleh nakal kalo gak ada aku.” Ingin rasanya Handar menitikkan air mata, tapi itu semua gak mungkin. Dia harus terlihat tegar di depan Icha. “Iya beib, aku janji aku gak akan nakal disini”. Handar pun langsung memeluk dan mencium kening Icha. Paginya sms dari Handar “Hati-hati ya sayang, jaga diri kamu baik-baik. Inget pesen aku, kalau kamu udah mulai jenuh pacaran jarak jauh sama aku. Inget saat kita bersama”. Air mata Icha pun tak dapat dibendung lagi. Berat rasanya untuk kembali. UN pun di mulai.. Sebelum masuk kelas Icha menyempatkan diri untuk membaca 1 pesan dari Handar. “SEMANGAT ya sayang ngerjain soalnya. Inget pesen aku! MENCONTEKLAH DENGAN BAIK DAN BENAR! 😀 “. Dasar Handar malah ngajarin yang gak bener. UN usai, akhirnya Icha sudah berada di kampung lagi, gak kerasa juga ya. Tapi semakin jarang Icha bertemu Handar walaupun dia ada disana. Handar masih sibuk sekolah, maklum pacaran sama adek kelas. Jadi Icha harus bisa ngertiin kondisi itu dan tidak mau banyak nuntut. Icha memang termasuk pacar yang pengertian. Jadi waktunya disana habis untuk main bareng Anti dan Tama teman Icha. Hari terakhir Icha disana akhirnya sama Handar juga, meskipun cuma nganterin pacarnya kerja kelompok tempat temannya, yang penting sama-sama pacar deh. Pulang dari rumah temannya Handar mengantar Icha pulang, tak disangka-sangka Handar mengeluarkan kotak kecil dari dalam tas nya. “Ini kado buat ulang tahun kamu kemaren, maaf ya beib aku telat ngasihnya”. “Ih, makasih ya sayang kadonya”. “Ya udah aku pulang dulu ya, besok hati-hati”. Seperti rutinitas biasanya malam sebelum pulang pasti Icha nangis gak tega ninggalin Handar lagi. Paginya matanya bengkak deh kaya digigit tawon. “Polusi lagi polusi lagi” keluh Icha dalam hati. Waktu berlalu tanpa ada yang istimewa. Hanya lewat telpon dan sms Icha mencurahkan rindunya kepada Handar. Akhir-akhir ini hubungan mereka kurang harmonis, Icha mewajarkan semuanya, orang yang sudah berumah tangga aja sering bertengkar apa lagi mereka yang pacaran pun baru beberapa bulan. Mungkin karena Handar lagi sibuk persiapan Ujian Semester, atau ada masalah keluarga. Hanya hal-hal positif yang bisa menenangkan hatinya saat ini. Malam minggu.. Icha diajak kak Lita untuk menemani dia ke rumah. karena buru-buru Icha sampai lupa membawa hp nya. Sepulangnya ada 7 pesan yang 3 pesannya dari Handar. Ternyata malam itu Handar lagi butuh teman berbagi, sangat disesalkan hp gak di bawa Icha. Icha langsung nelpon Handar. Tapi direject dengan Handar. Ternyata Handar sangat marah. Seminggu tanpa kabar dari Handar, Icha telpon gak diangkat di sms pun gak dibalas. Baru kali ini Anti melihat sahabatnya benar-benar sedih, uring-uringan, dan gak memiliki semangat hidup karena cowok. Berbagai cara Anti lakukan untuk menghibur Icha tetap saja tidak mempan. Malam minggu selanjutnya bertepatan hari anniversary mereka yang ke 7 bulan Icha merangkai kata-kata untuk di kirim ke Handar. Pukul sms itu langsung dikirim ke Handar. “Happy Anniversary ke 7 month sayang. Maaf kalau selama ini aku blum bisa jadi yang tebaik buat kamu. Semoga kita tetep long last ya sayang”. Di tunggu-tunggu tak ada balasan dari Handar, ingin rasanya Icha berteriak malam itu. Andai saja ia berada di tempat yang jauh dari keramaian akan ia luapkan semua isi hatinya. Belum selesai masalah seminggu yang lalu, wanita yang entah berasal dari planet mana sukses membuat semuanya benar-benar hancur. Ia menandai fotonya di dinding facebook Handar, Icha mengira Handar yang uplod foto itu. Timbulah salah paham antara keduanya, Icha mengadu dengan Anti, Anti yang kesal dan tidak terima Handar melakukan ini kepada sahabatnya mengirim kata-kata kasar kepada Handar. Handar sangat tersinggung dan langsung menelepon Icha. Menjelaskan yang sebenarnya. Icha mengira itu awal dari perdamaian mereka berdua. Tapi tidak disangka-sangka kata yang sangat menakutkan bagi Icha keluar dari mulut Handar. “Cha lebih baik kita PUTUS, aku rasa kita udah gak sejalan lagi. Dan aku yakin kamu akan mendapatkan pengganti yang lebih baik dari aku yang enggak kekanak-kanakan kaya aku”. “Tapi Dar aku sayang banget sama kamu, kenapa kamu tega putusin aku gitu aja, apa kamu emang gak pernah sayang sama aku?”. “Icha, dengerin aku! Justru karena aku sayang sama kamu aku lakuin ini semua. Aku minta untuk yang terakhir kalinya kalau memang kamu sayang sama aku mulai malam ini berhenti menangis karena aku!!”. “Baik, kalau memang ini keputusan kamu aku terima. Tapi aku gak bisa janji untuk berenti nangis karena kamu”. “Maafin aku, walaupun kita gak pacaran lagi kita masih bisa berteman kan? Dan semua yang udah kamu kasih ke aku akan aku simpan baik-baik karena pemberian dari kamu semua berharga untuk aku”. “Iya, makasih Dar kamu udah memberi banyak warna di hidup aku, aku bahagia aku lega akhirnya kamu memberikan jawaban atas kebisuan mu selama seminggu ini, walaupun jawabannya jauh dari harapanku. Tapi satu yang harus kamu tau kamu adalah MANTAN TERINDAH KU”. “Iya makasih juga atas perhatian, dan kesabaran kamu selama ini ngadepin aku. Udah ya Icha boncel jangan nangis lagi ya! Sekarang kita teman 🙂 “. “Iya , teman ’ !!!” End Cerpen Karangan An Riska Facebook an_rizcha[-at-] Nama An Riska TTL Bumi Dipasena Sejahtera, 14 April 1995 Hobi Menulis, Baca Novel, Nyanyi Alamat gg by pass raya, No 42 R Basa, Bandar Lampung Cerpen Mantan Terindah merupakan cerita pendek karangan An Riska, kamu dapat mengunjungi halaman khusus penulisnya untuk membaca cerpen cerpen terbaru buatannya. "Kamu suka cerpen ini?, Share donk ke temanmu!" Share ke Facebook Twitter WhatsApp " Baca Juga Cerpen Lainnya! " Misteri Kepergianmu Oleh Katrina Maura Gia Di tahun ini aku memasuki kelas 8 semester 2, namaku Rayya anita diana dipanggil Rayya, aku bersekolah di SMPN 01, kelas 8A. Aku memiliki sahabat bernama nia aurelia dipanggil Kakak Kelas, Ku Tetap Menunggumu Oleh Rismaya Nur Septiani Kucurahkan semua keluh kesah dan suka duka pada kertas putih yang ditulis dengan tinta hitam. Keluarga, sahabat, orang terdekat, dan juga dia. Namaku Anisa ulfah, kelas 12 yang memiliki Sederhana Oleh Visa Sederhana adalah satu kata yang dapat mengajarkan kita untuk tidak berlebih-lebihan. Berada di sekolah sederhana, rumah sederhana, sebuah kehidupan yang serba sederhana, itu ada pada keluarga Ghuca. Ghuca adalah Hanya Sekedar Oleh Sekar Pinestri “Kit!” Nikita menoleh dan mendapati sang sahabat dekat, Dito, berjalan ke arahnya bersama Lucas, Safi, dan Tiara. Ia tersenyum, melambai sebagai respon dari panggilan tadi. “Hai, semuanya,” sapa Dito The Champion Oleh Belinda Septia Dalam heningnya musim panas, gue asik dengerin lagunya Daniel Bedingfield yang berjudul If you’re not the one, dan lagu ini bener-bener bikin gue sedih banget, yah sedih, sedih karena “Hai!, Apa Kamu Suka Bikin Cerpen Juga?” "Kalau iya... jangan lupa buat mengirim cerpen cerpen hasil karyamu ke kita ya!, melalui halaman yang sudah kita sediakan di sini. Puluhan ribu penulis cerpen dari seluruh Indonesia sudah ikut meramaikan loh, bagaimana dengan kamu?" Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas. "Bisakah kita kembali lagi?""Kamu menanyakan ini, karena memang ingin kembali dan merajut masa depan bersama, atau karena kamu merasa gagal menemukan seseorang yang lebih baik dariku?" *** Setiap hubungan akan mengalami pertumbuhan. Akan ada pertengkaran. Akan ada keraguan. Akan ada kenyamanan dan kebahagiaan. Tapi ada perbedaan besar antara melalui masa sulit dengan yang pernah kita cintai dan menjadi orang asing bagi orang yang pernah kita ada mantan terindah. Sesuatu yang sudah berlalu hanya meninggalkan kenangan, baik atau buruk. Memiliki kenangan dengan seseorang tidak berarti harus "terjebak" dengannya selamanya. Jika kamu pernah disakiti, atau merasa tidak punya kesamaan visi masa depan bersama, lebih baik jangan pada mantan seharusnya tidak menjadi alasan untuk kembali kepadanya. Tidak peduli seberapa baik mantanmu memperlakukan dirimu di masa lalu. Tidak peduli berapa banyak kenangan hangat dan indah yang kamu miliki bersamanya. Yang penting adalah bagaimana dia memperlakukanmu hari ini. Yang penting adalah apakah kamu senang dan nyaman dengannya hari orang pastinya berubah seiring waktu. Pasanganmu tidak akan menjadi manusia yang persis sama seperti ketika kamu pertama kali bertemu. Begitu pula dirimu. Kamu bukan orang yang sama dengan dirimu kemarin. Lupakan apa yang pernah kamu impikan di masa lalu dan fokuslah pada apa yang kamu inginkan pada dirimu apa yang membuatmu menjadi paling bahagia. Kembali kepadanya, atau menemukan orang baru yang bisa membuat hidupmu nyaman dan bahagia? Karena pada dasarnya tolok ukur saling kecocokan bukanlah berapa lamanya waktu yang kalian habiskan bersama, melainkan betapa baiknya kebersamaanmu dan dia. Jika kamu memilih untuk bertahan selama kamu menginginkannya, atau ingin kembali hanya karena kamu memiliki kenangan indah bersamanya, hal ini justru akan mengiris luka sedalam kamu membiarkannya. Tantangannya bukanlah bagaimana bisa mengatasi rasa itu, melainkan apa yang bisa kamu ambil sebagai pelajaran dan hikmahnya. 1 2 Lihat Love Selengkapnya Jika kau bertanya, adakah yang lebih purba dari kenangan? Maka akan kujawab dengan ceritaku ini. Semenjak perkelahian itu, aku dan ia tiada pernah saling menyapa. Hatiku serupa batu yang paling purba dan tak dapat dikerat dengan alat apa pun. Apalagi dihancurkan. Aku membencinya setengah mati. Bagaikan tiada lagi ungkapan tentang kebencian yang dapat mewakili. Jika bukan lantaran berebut remote televisi, kebencian itu tidak akan sebesar gunung batu yang maha barangkali. Sebuah kebencian yang hanya menjadi kenangan hingga kini. Sebuah kata yang kelak kuanggap lebih purba dari kehidupan itu sendiri. Ia adalah kakak lelakiku yang menyulut kebencian itu. Umurku enam belas waktu itu, sedang kakakku lebih tua enam tahun dari usiaku. Dan menonton televisi adalah kebiasaan yang kulakukan saban sore sembari menunggu magrib di ruang tamu. Entah lantaran apa, aku tak tahu. Tiba-tiba ia merebut remote televisi yang sedang kupegang dan menghantamkannya tepat mengenai jidatku. Aku terkejut dan sebentar kaku. Darah pun mengucur perlahan merembes ke ujung hidungku. Segar dan amis menyatu. Aku bereaksi segera, meski nyaliku sempat menciut ketika melihat matanya yang nyalang. Kuarahkan tinju kuat-kuat ke arahnya, namun ia semakin jalang. Kuarahkan tinju kedua, ia semakin garang. Ia menendang. Tak sanggup diriku lari tunggang-langgang. Semakin aku berontak, semakin kuat tendangannya menghadang. Aku lekang dan remote itu pun terberai tak kepalang. Barangkali juga bukan salahnya ketika menghajarku hingga babak-belur. Dari cerita ibu, sebelum pulang, kakak lelakiku memang sudah mabuk sehingga pandangannya kabur. Bau alkohol tercium dari mulutnya dan kedua tangannya bergetar seperti tersengat listrik. ”Mungkin teman-temannya usai mencekokinya dengan air iblis atau sejenis cukrik.” Aku mendengar ibu sesenggukan, menahan memar di kepalanya yang diciptakan kakak lelakiku itu, lantas mengompresnya dengan batu es. Ibu juga membersihkan wajahku yang penuh darah dan hampir kering. Tangannya menyeka luka bekas lemparan remote televisi dengan kapas yang telah dilumuri Revanol lantas menutup luka itu dengan kasa yang sebelumnya telah diolesi obat merah. Aku sesenggukan menahan sakit yang merajam. Kakakku tenang usai para tetangga berdatangan, lantas mendekap erat-erat tubuhnya yang kuat-liat bagai karang. Lalu peristiwa itu pun jadi perbincangan. Kenangan itu masih menggelayut dalam pikiranku, meski puluhan tahun berlalu. Pada sebuah pagi keseribu sembilan ratus lima puluh satu, pagi pertama usai perkelahian itu, aku masih mengenangnya dan tetap ingin meninjunya tepat mengenai jidatnya dan berluka seperti luka yang kumiliki di jidat. Luka yang telah bersih diseka ibu. Luka yang ia ulangi lagi pada ibu … Di hadapan pusaranya kini, kenangan itu masih purba. Kenangan dan Kesedihan Semestinya kau tak perlu bersedih hati akan hal itu. Kau tahu, bukankah kesedihan senantiasa mengiringi setiap perempuan? Kesedihan adalah ketika kau memandang foto saudara kandungmu tengah terbaring dengan infus dan oksigen membekap mulutnya. Foto yang dikirim temanmu melalui BlackBerry Messenger dan kau tak dapat menjenguknya lantaran ia dirawat di rumah sakit yang jauh dari jangkauanmu, di luar negeri, misalnya. Bukankah Hawa tercipta dari kesedihan Adam lantaran tinggal seorang diri di surga? Aku tentu tahu, bagaimana perasaanmu akan hal itu. Waktu itu memang tiada yang menduga langit akan turun hujan dan kilat saling bersahutan. Segerombolan burung terik yang terbang seolah tahu diri bahwa cuaca sedang tidak berkawan. Segalanya gelap, hitam, begitu pula dengan wajahmu. Di sana, kudapati kemuraman berabad-abad bagaikan tiada lagi cahaya datang menelusup pori-pori wajahmu. Kusangkakan, itulah yang bernama kesedihan. Aku berada di sana waktu itu. Kau memeluk lutut seperti menahan dingin udara yang membelenggu di kala malam. Tiada percakapan. Aku pun tak mau memulainya. Wajahmu tertekuk hingga hampir mencium tanah. Adakah yang mampu memahami kesedihanmu selain dirimu sendiri? Aku masih mengingat, beberapa tahun yang lewat, ketika burung-burung terik sepakat menunaikan ibadahnya di bumi timur, ketika senja masih menguning-langsat sebelum magrib, tatkala waktu belum sepenuhnya punah, kau juga menggigil tinggi sembari memelukku erat menghangatkan tubuhmu yang dingin-beku serupa balok es. Bukan lantaran hujan yang turun tiada henti sedari kemarin. Atau karena kutub utara yang pindah ke rumahmu. Kau takut pada cerita tentang Izah yang memeluk lututnya di haribaan pusara Sunan Ampel. Ia takut pada ibu, mengapa menghilang berbulan-bulan tanpa satu kabar jua? Mengapa pula ia melarikan diri dari studinya yang belum usai? Dan, mengapa ia merahasiakan kandungannya dan merawat bayi yang lahir tanpa ayah itu di makam sang wali? Bukankah kau juga ingin melihat keponakanmu yang mungil itu? Bukankah ia tak bersalah karena mengandung di luar nikah? Apakah Ela juga bersalah lantaran lahir di luar nikah tanpa pernah tahu wajah ayahnya? Kita tak pernah membicarakan dan mengingatnya beberapa tahun belakangan. Kupikir kita terlalu sibuk membicarakan burung terik yang mulai punah dan senja yang kian melegam. Dan memang aku sengaja menyibukkanmu dengan cerita-cerita fiksi karanganku. Dengan begitu, kau tak perlu lagi mengenal kesedihan. Asap Kenangan dan Luka Jika bukan lantaran tawa menyedihkan sepuluh tahun yang lalu, barangkali ia tidak akan kembali ke kampung yang membesarkannya. Juga kepada anaknya. Miftah hanya tahu, bahwa dengan kembali ke rumah, ia dapat menyembuhkan luka-luka yang tersayat di masa lalu. Saat di mana lelaki itu datang mengawininya kemudian meninggalkannya ketika umur kandungannya berumur delapan bulan. Dengan melihat sawah-sawah dipenuhi rumpun jagung yang berjajar rapi dan hijau perdu suket gajah, tentu tawa menyedihkan itu takkan muncul sedemikian rupa bagai penyakit yang muncul tiba-tiba; sehingga napasnya kembali bersih, paru-parunya juga bersih. Sebab belakangan ini ia sering menghabiskan dua bungkus rokok mild per hari. Alasannya, ia ingin kenangan itu terbang jauh ke langit bersama asap yang ia embuskan. Kau tentu hafal akan “Sajak Seonggok Jagung” milik paman Rendra. Sajak yang kau taksir lantaran ia melihat seonggok jagung yang tergeletak di kamar anak lelakinya. Kau lebih tahu isi sajak itu ketimbang Miftah yang hanya khidmat pada tanaman bertangkai tunggal dan berakar serabut itu dan hanya lulusan sekolah dasar. Saban pagi-pagi buta, Miftah berkeliling sawah di jalan setapak-beraspal itu. Di kiri-kanan diselingi pohon-pohon mangga yang buahnya sering dihabiskan codot sebelum tiba masaknya. Kau tahu codot? Makhluk itu serupa kelelawar berukuran lebih kecil dan menyerupai tikus piaraan dan berwarna hitam. Makhluk itu sering menyisakan mangga yang tak habis dimakannya di pekarangan rumah. Maka, itulah ritual yang dilakukan Miftah semenjak sepuluh tahun terakhir sembari tertawa-tawa seorang diri. Arkian, Miftah hanya tahu, bagaimana ibunya bersusah-payah menenangkan dirinya ketika di siang bolong ia bertelanjang bulat tanpa sebab-musabab. Ketika para tetangga tengah beristirahat dan anak-anak kecil bermain pasaran sepulang sekolah, Miftah berteriak-teriak. Kampung gaduh, dan gang di mana rumahnya berada lantas banjir manusia. Para tetangga itu turut menyaksikan dan berupaya menenangkannya, sembari menabahkan hati ibunya yang sedari kecil merawatnya seorang diri. Tanpa sanak keluarga. Dan suami. Siang itu adalah mula tahun-tahun sesudahnya yang penuh keindahan-sunyi dan tawa-menyedihkan tak berkesudahan. Kau di sana waktu itu. Menyaksikan ibumu yang dianggap gila. Kenangan dan Percakapan di Bawah Kemarau Bukanlah suatu kesalahan jika kau mencintai seseorang berdasarkan rupa bentuknya. Tak perlu menyembunyikan hal itu. Aku juga tahu kau mencintainya karena ia cantik atau tampan, karena ia berkulit putih atau langsat, karena ia semampai atau tinggi. Aku pun mengerti. Tak perlulah kita berdebat atau bahkan beradu fisik akan definisi ini. Kau hanya perlu mengerti bahwa kesalahan sebenarnya adalah tatkala kau meninggalkan kekasihmu usai kau mencintainya. Begitulah cerita ini dimulai. Jika bukan lantaran mengingat kau penuh seluruh[1], tentu kau telah lama berlari menggapai bintang di langit lantas menjatuhkannya di atas mataku. Kau tentu ingin aku buta sehingga tak kudapati lagi rona yang terpancar dari wajahmu, bukan? Kau tahu, mencintaimu adalah hal paling menyedihkan yang pernah kuingat. Aku mesti rela hilang bentuk, remuk[2]. Bertahun-tahun memikirkan siasat tak masuk akal supaya kau paham bahwa menggapai cinta tidaklah semudah meneropong bintang lantas memberinya nama belakangmu. Maka, tak usahlah kita mengingat senja yang sendu, langit yang perdu, angin yang merdu itu, bila pertemuan pertama itu hanya jadi kenangan yang membelenggu. Bangku hijau-lumut dan daun-daun sengon itu cukuplah menjadi saksi bisu. Tentu kau berpikiran sama denganku di atas langit masih ada langit, di atas keindahan masih ada keindahan, di atas cinta masih ada cinta. Setidaknya, isyarat itu yang membuat bumi senantiasa berevolusi sebagaimana mestinya dan berotasi sesuai porosnya, sehingga masing-masing menciptakan waktu dan musim, seperti kau dan aku, agar kau memahami bahwa hidup sendiri tak kenal kompromi. Dulu, kita pernah menduga kemarau seperti hujan air langit berguguran lalu menggenang di tanah kering nan lapang. Adakala ia mencium rerumputan, seraya membasuh debu yang menempel di pucuk-pucuknya. Ia lengket. Sembari menunggu wedang jahe yang kau masak, kau membayangkan berguyuran di bawah hujan. “Aku masih bermimpi menumpang pelangi.” Pelangi pun tak selalu hadir bakda hujan. Ia mungkin sekumpulan malaikat, atau bidadari yang hikmat memuji anugerah langit, atau barangkali pula hanya antologi warna yang tujuh. “Kau terlalu banyak berpikir.” Aku pun diam. “Apabila kemarau ini usai, aku ingin menumpang pelangi itu, menuju ke Negeri Senja[3].” Aku masih diam. Sebelumnya, kau selalu bertanya, adakah yang lebih tabah, lebih bijak, lebih arif, dari hujan bulan Juni[4]? Aku hanya bertanya kembali, dalam hati tentu saja, bukankah hujan tak pernah turun di bulan Juni jika kita mengingat pelajaran IPA di sekolah dasar? “Nyatanya, bagaimanapun, tak ada yang lebih bijak, lebih tabah, lebih arif, dari hujan bulan Juni, bukan?” katamu memungkasi. Aku masih tetap diam. Kenangan, Cinta, dan Suami Kita menyukai kesendirian dan kesunyian. Seringkali kita membutuhkan ruang privasi menjauhkan diri dari keramaian dan kepalsuan. Kau tahu, Tuhan menciptakan kita dengan sifat Kesendirian-Nya, dan Ia menyisipi kita dengan sifat Keilahian-Nya. Lantas benarkah kau menunggunya, atau benarkah kau berharap ia seumpama Jibril yang menyampaikan kabar gembira? Kau perlu kesendirian dan kesunyian supaya kau dapat bersemayam dalam cerita-cerita yang kau karang. “Tidak. Menurutku, banyak hal yang mesti dikorbankan demi hal lain yang menurut kita lebih baik.” “Termasuk suamimu?” “Tentu.” “Itu saja?” “Ya. Itu saja. Tidak lebih. Apalagi lebih dari itu.” “Omong kosong.” “Setidaknya kau tak perlu bergurau tentang cinta. Bukankah setiap orang berhak atas cinta? Tiadakah kau rasakan keindahan tentang cinta melebihi segala yang kau punyai? Lantas, adakah yang lebih indah yang pernah diciptakan-Nya selain cinta?” “Ya. Aku mencintaimu sebagaimana suamimu mencintaimu.” Ya. Aku memang terobsesi mencintaimu sebagaimana isi sajak Sapardi yang sering kau gumamkan usai kita bercinta mencintai angin, harus menjadi siut, mencintai air, harus menjadi ricik, mencintai gunung, harus menjadi terjal, mencintai api harus menjadi jilat. mencintai cakrawala harus menebas jarak, mencintai-Mu, harus menjadi aku. Senja telah melegam cukup lama. Beberapa cerita telah khatam kita baca. Burung-burung terik juga telah lama menuju timur, mengkhidmati petang itu. Tiada yang tahu berapa lama lagi kita mesti menyelesaikan percakapan ini. Dalam diam, kita khusuk mendengar azan magrib. Kau tahu, tiada panggilan yang lebih indah selain panggilan-Nya. Kenangan dan Sakit Hanya ada kau dan aku dalam cerita ini. Kunang-kunang berubah ganih dan waktu berhenti pada menit kedua belas. Kata-kata menjadi gelap dan makna pun kekal dalam pekat. Kau tahu, cinta memekarkan rembulan, sedang gemintang berubah menjadi planet baru. Kau tahu, itu adalah amsal tentang riwayatmu dan cerita-certia yang tak kunjung usai kutulis. Mengapakah kau berharap lebih dari itu sementara aku menginginkan tak lebih dari itu, padahal telah kutemukan kembali namamu[5] dalam cerita ini? Tidakkah kau ingat, tatkala kau sakit, kau akan ingat ketika sehat. Langit-langit kamarmu laksana hamparan penyesalan dan tubuhmu bak terperangkap dalam jaring laba-laba raksasa[6]. Pada senja yang menyengat, kau hanya bisa roboh di atas dipan. Kau tak dapat menyaksikan gemerlap jingga-keemasannya lantas menumpanginya ke Negeri Senja[7]. Dan, pada sepertiga malam terakhir, kau hanya bisa terjaga seraya mendapati diri seorang diri. Kau tak dapat menyampaikan doamu padahal pada waktu istimewa itu Tuhan turun ke bumi dan mengabulkan segala doamu. Lantas, adakah perilaku-perilaku sebelumnya yang membuat tubuhmu harus terpapar di antara sakratul-maut, atau, adakah mimpi-visimu yang belum terwujud manakala kau berada dalam situasi seperti itu? Kau menggeleng. Takut aku berdusta. “Sakit adalah saat di mana dosa-dosa dikelupas-Nya dengan sederhana[8].” Kau mencoba menebak arah pikiranku lantaran tiada bersepakat dengan perkataanku. “Sakit adalah istirah agar kau mengingat-Nya lebih dari sekadar kau mengingat dirimu.” “Adakah yang lebih purba dari kenangan?” katamu. “Ada,” kataku. “Sakit tersembunyi lebih purba dari kenangan.” “Benarkah?” “Kau sakit. Baiknya kau undur diri.” [*] [1] Kutipan sajak “Doa” karya Chairil Anwar. [3] Tentang Negeri Senja dapat dibaca pada cerpen “Tujuan Negeri Senja” karya Seno Gumira Ajidarma, Kompas, Minggu, 8 November 1988 dan “Senja dan Cinta yang Berdarah” Penerbit Buku Kompas, 2014 622-629. [4] Berdasarkan sajak “Hujan Bulan Juni” 1989; Editum, 2012 89 karya Sapardi Djoko Damono, yang penulis rangkum dan ambil dari masing-masing larik pertamanya. Selengkapnya tak ada yang lebih tabah / dari hujan bulan juni / dirahasiakannya rintik rindunya / kepada pohon berbunga itu // tak ada yang lebih bijak / dari hujan bulan juni / dihapusnya jejak-jejak kakinya / yang ragu-ragu di jalan itu // tak ada yang lebih arif / dari hujan bulan juni / dibiarkannya yang tak terucapkan / diserap akar pohon bunga itu //. [5] Kutipan sajak “Dalam Lipatan Kain” karya Esha Tegar Putra Motion Publishing, 2015 93 [6] Kalimat ini terisnpirasi dari cerpen “Sarelgaz’” karya Sungging Raga Indie Book Corner, 2014 71-76. [8] Sajak “Aku Ingin” 1989; Editum, 2012 90 karya Sapardi Djoko Damono, yang dimulai dengan larik Aku ingin mencintaimu dengan sederhana. M Firdaus Rahmatullah, lahir di Jombang. Menggemari sastra dan kopi. Menulis cerpen dan puisi dan tersebar di beberapa media massa. Alumni PP Bahrul Ulum, Tambakberas, Jombang dan PBSI STKIP PGRI Jombang. Kini, berkhidmat di SMAN 1 Panarukan, Situbondo. Bisa ditemui di twitter mufirra_ dan facebook mfirdausrahmatullah *Sumber gambar Kisah romantis tentang kenang terindah bersama mantan kekasih adalah cerita mini atau cermin yang menceritakan prihal kehidupan saat-saat bersama pujaan hati di desa tapi karena tak ada restu, kenangan indah bersama kini hanya menjadi kisah masa lalu yang tak cerita romantis dalam cermin kenangan dengan mantan, apakah didalamnya terdapat kata kata buat mantan tersayang menyentuh hati atau contoh pesan untuk mantan yang bikin sedih dan nangis, selengkapnya disimak saja cerita mini berjudul "sesederhana kamu" dibawah romantis Sesederhana KamuLelaki kecil yang dulu kerap mengajakku melintasi pematang sawah untuk mencari rumput atau hanya sekedar bermain di sungai itu kini telah terlihat dew^sa, aku melihatnya siang tadi, aku melihatnya tersenyum tanpa melambaikan tangan, hanya tersenyum, lantas ingin mengenangnya sejenak, sebentar saja.*****Hampir tiap malam dia datang, membawa singkong dan kayu bakar untuk membuat perapian di halaman bakar, makanan yang paling aku suka ketika itu, entah karena rasanya yang nikmat, atau karena lelaki itu yang membakarnya. Dia membakar dengan sesekali mengulas senyum, kadang ada sentilan di ujung hidung saat aku memberikan muka cemberut karena singkongnya tidak matang-matang."Sabar, Pi. Sebentar juga matang, kalau kamu cemberut gitu, aku jadi gak fokus bakarnya," tuturnya pelan tanpa melepas senyum dari bibir, menarik lesung pipit di sebelah berapa lama, dia mengambil satu singkong dari perapian, mengupasnya pelan-pelan, memegang ujungnya seolah memastikan bahwa singkong itu siap untuk aku makan tanpa membuat mulutku kepanasan, dia memotong ujungnya lalu memberikan satu suapan ke mulutku, lalu memasukkan satu gigitan ke mulutnya, berulang kali seperti itu sampai singkongnya tak banyak bicara, aku lebih senang mendengarnya bercerita tentang ternaknya, tentang mimpi-mimpi kecil dalam hidupnya, sambil sesekali menatap mata yang membuatku jatuh cinta itu, cinta saat usia dia bernyanyi, berlomba dengan desah angin yang mulai menggerayangi sunyi, suara bariton yang kini kerap kurindu, suara yang juga sering meneriakkan namaku di hamparan sawah yang luas hingga suaranya menggema, membuncahkan debar yang ingin kuredam."Suatu saat kita akan menikah. Punya 3 anak yang lucu, 2 orang mirip aku dan satunya mirip kamu." Bukan sekali dua kali dia mengucapkannya, seolah dia yakin bahwa suatu hari nanti aku dan dia akan menjaring waktu bersama. Menyuapi purnama dengan kata-kata mesra dari balik jendela kamar kita di lantai dua."Kenapa cuma satu yang mirip aku? Nggak adil!" Kembali kupasang muka cemberut, dia mendekat, mengusap ujung kepalaku."Aku cuma minta 2 wajah yang mirip aku, karena aku ingin ketiga anakku menuruni sifat ibunya, semua yang kamu miliki akan dimiliki anak kita, kalau seperti aku bisa kacau, aku malas belajar, aku tidak bisa matematika, tidak bisa menulis puisi, tidak bisa ...." Dia menghentikan ucapannya, sudut bibirnya kembali melengkung."Kamu cukup mencintaiku seperti ini, Ra." Aku melanjutkan ucapannya yang terpotong. "Tetaplah seperti ini sampai akhir nanti." Aku mengusap mengangguk, memberikan ujung kelingkingnya untuk dikaitkan dengan kelingkingku, bagai membuat isyarat tentang janji untuk kami sepakati suatu hari nanti.*****Ternyata sudah belasan tahun berlalu, namun episode itu tidak pernah bisa kuhapus dari ingatan, perasaan cinta yang begitu yang menyapa tanpa kupinta, kamu yang mendekap saat aku sekarat, kamu yang selalu ada saat dunia menganggapku takdir bukan untuk kita, halaman rumah itu tidak pernah bisa kusulap menjadi istana, bukan karena kita pecundang, tapi karena restu yang tak pernah kita senyummu hari ini, melihat segala sederhana yang pernah kucari, masih adakah tersisa? Untukku, seperti sesederhana kamu mencintaiku, tanpa meminta ini dan itu, memberi tanpa berharap menerima, di sana kulihat ada cinta yang hari ini, masih sama dengan belasan tahun lalu, saat kau menyentil ujung hidungku, saat usapan tanganmu di kepalaku, itu ... Sesederhana kamu dan 011020****** Sebuah Karya M. Gilang RiyadiSumber salah paham, bukan berarti aku tidak bisa move on. Aku sudah mampu melupakan dia sejak setahun lalu, bahkan sempat juga menjalin hubungan dengan perempuan lain meski akhirnya akan kuceritakan memang tentang dia, semata-mata karena pagi tadi aku dihubunginya untuk bertemu di tempat ini. Well, dulu tempat ini memang menjadi spot favorit kami, yaitu toko bunga yang di dalamnya terdapat kafe putus? Ya, biasalah, ada beberapa prinsip yang tak sejalan dengan pribadi masing-masing. Kami putus baik-baik juga. Tak ada drama, pertengkaran, atau air mata. Ups, maaf. Untuk poin terakhir sebenarnya memang terjadi. Lagipula, siapa juga yang tak akan menangis ketika hubungan yang terjalin tiga tahun pada akhirnya kandas?Oh, itu dia sudah berambut panjang ini membawa sebuah kotak ukuran sedang yang langsung disimpan di permukaan meja. Aku mencoba menebak sebelum membukanya. Dan ternyata benar, isinya barang-barang yang dulu pernah kuberikan untuknya. Kami saling tatap kemudian.“Kamu masih bisa simpan ini,” kataku menolak halus.“Naren, tolong ngerti sekali ini aja.”Aku mengerutkan kening, menatapnya dengan tidak bersahabat karena sedikit tersinggung.“Coba jelaskan di bagian mana aku nggak pernah mengerti kamu?”“Dengar, aku ke sini bukan untuk berdebat.”Tak lama, ia mengeluarkan sesuatu dari dalam tasnya. Ah, undangan pernikahan. Sangat mudah nama dia dan seorang lelaki yang menurutku asing ketika membacanya. Kurang lebih sebulan lagi hingga hari bahagia itu tiba. Apa aku akan datang? Masalahnya aku tak bisa datang seorang diri di pernikahan hanya sebentar duduk di sini. Minuman yang sudah dipesan sebelumnya pun hanya dihabiskan setengah, meninggalkan aku sendiri bersama barang-barang penuh kenangan yang seharusnya tak perlu lagi aku satu tempat lagi yang menjadi favoritku. Bangunan tua terbengkalai yang lokasinya cukup jauh dari jalan utama. Tingginya sekitar 7 lantai. Biasanya tempat ini aku datangi ketika sedang ada masalah. Entah itu sedih atau marah sekalipun. Lantai paling atas adalah tempat terbaik untuk teriak dan melepaskan yang diberikannya tadi ikut kubawa sampai ke lantai paling atas. Di sana aku pikir hanya sendirian, tapi aku salah dan tak menduga ternyata perempuan itu sudah duluan sampai. Sedang menatap kota dari tempat yang menyadari kehadiranku karena langkah kaki yang menaiki tangga memang terdengar jelas. Kami bertatapan beberapa saat sembari aku menaruh kotak ini di permukaan lantai yang penuh debu. Jeda sejenak, sampai ia mendekat.“Apa yang terjadi?” tanyaku dengan tatapan tajam.“Tawaran kamu dulu apa masih berlaku?” Dia justru bertanya balik, dengan sorot mata yang aku membawa ingatan ke beberapa tahun lalu ketika kami berdua masih menjalin hubungan dan bekerja di satu tempat yang sama. Ketika benar-benar ingin membawa hubungan ini ke yang lebih serius karena mengingat usiaku kala itu hampir menyentuh kepala tiga, ada beberapa tahap yang harus kami aturan perusahaan disebutkan bahwa tidak boleh ada karyawan yang terikat keluarga, termasuk soal pernikahan. Intinya, salah satu harus mengalah.“Sebentar lagi aku dapat promosi. Jelas aku nggak bisa resign.”“Aku nanti akan jadi kepala keluarga, lho. Jadi aku berhak menentukan mana yang terbaik untuk kita.”Perdebatan itu tak berlangsung lama. Akhirnya dia yang memilih untuk mengundurkan diri dan menyetujui beberapa alasan yang aku sampaikan. Tapi kami tak sadar bahwa ada tembok yang lebih besar akan tetap menghalangi hubungan ini, apapun ceritanya.“Nggak gini cara mainnya. Kita sepakat untuk mengakhiri hubungan sejak dua tahun lalu. Aku berhasil move on, dan kamu tiba-tiba datang ketika akan menikah, lalu malah berbalik menagih janji yang pernah aku tawarkan. Di mana akal sehat kamu?”Aku tidak pernah seemosional ini di depannya. Tapi sikapnya yang di luar dugaan benar-benar membangkitkan kembali kenangan yang sudah tertidur lama. Tak seharusnya semua ini terjadi.“Aku nggak bisa menikah hanya karena tuntutan kelurga! Aku nggak bisa dijodohkan seperti ini.”Sekarang ia menangis. Tapi aku tak bisa luluh dengan cara seperti ini, terlebih jika ia menginginkan aku untuk jadi pendamping hidupnya.“Itu bukan urusan aku! Dan aku nggak mau terlibat dalam drama yang kamu buat. Paham?”Aku meninggalkannya bersama kotak berisi kenangan kami. Ketika menuruni tangga, dia menyusul dengan terus memanggil namaku. Aku tidak mempedulikannya, terus turun hingga ke lantai 3, sampai akhirnya ia memegang tangaku untuk menghentikan langkah.“Luar negeri? Kamu yakin?” Ia masih tampak ragu ketika aku menyarankan negara lain untuk tempat kami menikah nanti.“Yakin, dong. Aku udah menyiapkan semuanya kok. Kamu mau, kan?”“Aku… harus diskusi dulu sama keluarga.”Diskusi itu pada akhirnya tak berjalan sesuai rencana. Keluarganya tak mengizinkan apapun cara dan alasannya. Maka, malam itu di dalam mobil di hari Sabtu, aku memiliki sebuah ide gila.“Kita nggak perlu restu orang tua kamu, karena kita bisa membangun keluarga yang baru cukup berdua aja.”“Naren, itu ide gila.”“Take it or leave it?”Aku sadar bahwa malam itu telah memberikan pilihan yang seharusnya tak dipilih. Sejak awal, aku dan dia tak perlu memiliki hubungan spesial. Dulu pun aku berpikir bahwa ada alasan lain mengapa Tuhan mempertemukan kami. Namun sekarang aku tahu bahwa apa yang dipertemukan bukan berarti untuk ketika datang ke rumahnya saat Hari Raya benar-benar menamparku keras. Aku terpaksa menyembunyikan kalung salibku untuk tetap menghargai keluarganya. Begitu pula ketika ia disambut oleh keluargaku saat Hari Natal tiba. Meski terlihat bahagia satu sama lain karena bisa berkumpul, sering kali ia tak bisa menikmati sajian yang keluargaku buat karena bertentangan dengan hari ini ketika ia berusaha menahanku, aku melepaskannya kuat, lalu kutatap sekali lagi matanya.“Tolong… jangan ganggu… hidup aku lagi…” kataku pelan namun dengan penuh penekanan. “Aku udah berhasil melewati semua ini, kamu juga pasti bisa.”Ia tak menjawab dan hanya menundukkan kepala. Tak lama, kudengar tangisannya yang mulai pada akhirnya, aku memilih meninggalkan meski ia masih tak stabil. Segera masuk mobil, lalu mengendarainya meninggalkan gedung tua ini. Aku menangis di perjalanan, sungguh, memutar kembali memori waktu itu dalam putaran lambat. Saat dia memilih mundur dari hubungan ini, juga saat aku dengan berat hati harus menyetujuinya.“Apa ini akhir dari segalanya?” tanyanya kala itu.“Aku nggak tahu,” jawabku dengan tatapan kosong, lalu meletakkan tanganku di telapak tangannya. “Jika pun ini akhir, setidaknya kita masih bisa hidup di kenangan masing-masing. Iya, kan?”Dan hari itulah yang menjadi patah hati terbesarku, berusaha sekeras mungkin untuk bisa lepas dari semua kenangan yang pernah terukir. Sampai akhirnya dia datang kembali ketika aku benar-benar telah mantan, aku memilih untuk pergi karena tak mau mengambil risiko yang lebih dalam lagi.*

cerpen kenangan terindah bersama mantan